2 mins read

Filth

Bedah Adegan
Filth

Aku sendang menaiki tangga bersama Amanda. Tiba-tiba kurasakan sesuatu dalam diriku, hingga membuatkau terduduk.

Kukatakan pada Amanda, “Tadinya aku hebat dalam hal ini, Amanda.”

Kulihat wajah Amanda kaget setelah melihat kondisiku yang tertekan. Kucoba membicarakan apa yang kurasakan padanya.

“Awalnya aku adalah orang yang baik.”

“Iya, aku tahu.” jawab Amanda dengan masih berdiri di tangga dan menoleh ke arahku. Jawabannya terkesan hati-hati dan khawatir akan keadaanku.

“Apakah kamu sudah punya istri, Bruce?” tanyanya ragu sambil duduk mendekatiku.

“Ya.” Aku teringat hal buruk yang terjadi pada diriku.

“Kamu sudah punya anak?” tanyanya kemudian, sepertinya Amanda merasakan perubahan pada wajahku.

“Stacey.” jawabku sambil tertawa. Kudengar yang keluar dariku bukan tawa bangga karena mempunyai Stacey, tapi lebih kepada ratapan atas apa yang terjadi dalam hidupku.

Air mata mengalir deras di kedua pipiku. Kurasakan raut wajah Amanda yang menunjukkan keprihatinan. Aku merasakan kesedihan yang mendalam. Kehilangan. Marah pada diri sendiri.

“Kurasa mereka telah meninggalkanku.” ucapku.

“Kurasa keluargaku telah meninggalkanku.” lanjutku terbata-bata.
“Aku tak tahu bagaimana.”
“Aku tidak bisa mengingat apa alasannya.”

Kurasakan air mataku semakin deras mengalir. Pikiran buruk ini tidak pernah berhenti bersarang di otakku. Aku merasa sudah tidak mempunyai siapa pun di dunia ini. Semua telah meninggalkanku. Ini membuatku merasa tidak berguna.

“Oke.” kata Amanda berusaha memahamiku dengan perhatian yang tak luput dari wajahku.
“Kau lihat, ada sesuatu yang aneh padaku? Ada sesuatu yang salah pada diriku?” ucapku seperti ingin mendapatkan pembenaran.

“Apakah kamu sudah menemui seseorang? Kau sudah ke dokter?” tanyanya iba setelah melihat perubahan yang ada di wajahku.
“Iya.”
“Iya?” tanyanya meyakinkan seakan tak percaya.
“Tidak, aku tidak tahu.” ucapku ragu. Aku tak mampu mengingatnya.
” Aku tidak tahu.” kuulangi perkataanku untuk meyakinkannya. Aku merasa ketakutan. Banyak tekanan yang kurasakan pada diriku. Kutundukkan wajah, kemudian kuseka air mataku yang tidak berhenti mengalir sejak tadi.

“Aku berkuasa atas investigasi ini.” kataku meyakinkan.
“Aku berkuasa atas investigasi ini. Dan jangan pernah kau lupakan itu!”
“Oke, Bruce. Coba kau dengarkan aku. Kau bisa mendengarkau?” ujarnya seperti ingin membantu dan menenangkanku.
“Aku sangat mengkhawatirkanmu. Kurasa kau sedang tidak sehat.”

“Pergi ke atas dan berhenti bermain-main dengan psikolog brengsek, dasar penyihir!” bentaknya sambil berdiri dan meninggalkan Amanda.
Kulihat, dia terkejut dengan reaksiku. Terpaku. Tak mampu melakukan apapun untuk sekedar mencegahku.

Contact person :
geger.siska83@gmail.com

0 thoughts on “Filth

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *